Apa Itu Al-Wadi'ah ?
Simpanan ini mempunyai keunggulan. Disamping menyimpan, ternyata si nasabah juga bisa mendapatkan keuntungan dari bunga yang ia peroleh setiap waktunya. Kentungan seperti ini, tentunya masuk dari riba yang telah diharamkan oleh syariat. Simpanan yang dititipkan di bank, bila dilihat dari proses dan penggunaan simpanannya, maka ia dapat dikatakan masuk ke dalam transaksi utang-piutang dan tidak termasuk dalam hukum wadi`ah (penitipan).
Antara penitipan ini dengan piutang, ada kesamaan dari hasil kepemilikan barang dan keterkaitannya dengan penggunaannya. Dalam hal ini, pihak yang dititipi berhak menggunakan barang tersebut. Sedangkan dalam wadi`ah, secara hukum asal, pihak yang dititipi tidak diperkenankan untuk menggunakannya, karena transaksi yang dimaksudkan dalam wadi`ah ialah untuk menjaga dan bukan untuk menggunakannya, serta adanya kesamaan dalam kewajiban untuk mengembalikan bila diminta oleh pemiliknya; seperti halnya dalam hutang-piutang.[12]
Disebutkan dalam kitab Raudhul-Murbi`: "Pengertian qard (piutang), ialah memberikan harta kepada (orang yang berhutang) untuk dimanfaatkan (faidahnya). Yang nantinya ia mengembalikan ganti (semisal) dari apa yang telah ia pergunakan".
Karenanya dapat dikatakan, tambahan kembalian yang disyaratkan dari salah satu pihak adalah bunga riba yang diharamkan sebagaimana dalam hukum piutang. Bahkan ia mencakup dua riba sekaligus yang dilarang dalam Islam, baik riba fadl maupun riba nasi`ah, dimana si nasabah atau pihak bank, ketika mengambil titipan/hutangnya itu dengan tambahan yang disertai dengan tempo waktu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَالذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْناً بِوَزْنٍ مِثْلاً بِمِثْلٍ والْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ مِثْلاً بِمِثْلٍ وَزْناً بِوَزْنٍ فَمَنْ زَادَ أو استزاد فَهُوَ رِباً
Dan emas dengan emas satu timbangan dan serupa, perak dengan perak semisal dan sama timbangannya, siapa yang menambah atau minta tambahan, maka ia (tambahan itu) adalah riba. (Lihat Shahih Muslim, 3/1211).
Bagaimanakah Simpanan Dalam Bentuk Surat-Surat Penting Berharga?[13]
Transaksi dengan model ini, adalah termasuk model simpanan yang sebenarnya bagian dari hukum wadi`ah dilihat dari peraturannya yang tidak jauh berbeda dengan hukum penyimpanan yang berlaku dalam hukum fiqih, dimana harta berharga yang ia miliki dititipkan kepada pihak bank, untuk dijaga di tempat yang aman, yang nantinya akan dikembalikan. Disamping tidak adanya pertanggungjawaban bila ternyata rusak karena sebab yang tidak bisa terelakkan, selama tidak ada faktor kelalaian atau kesengajaan. Namun begitu, disana terdapat perbedaan antara keduanya; dimana pihak bank meminta biaya penitipan berbeda dengan pengertian titipan, karena asal dari titipan adalah transaksi yang bersifat membantu tanpa ada beaya di dalamnya.
Bagaimana Penitipan Dengan Sewa Brankas?[14]
Model penitipan ini merupakan transaksi, yang pihak bank berkewajiban menaruh barang titipan di tempat yang aman dalam kotak besi. Namun begitu, pihak penitip mempunyai kebebasan secara pribadi dalam pengelolaan dengan membayar beban biaya tertentu.
Penitipan seperti ini dengan adanya kesepakatan dari kedua belah pihak dapat dikategorikan kepada hukum sewa, bila ditinjau dari tempat yang disewa oleh nasabah dengan membayar sejumlah uang tertentu.
Ada dua akad sewa dalam penitipan seperti ini.
Yang pertama, menyewa lemari untuk menyimpan.
Dan yang kedua, beban sewa dalam penjagaan terhadap apa yang ada dalam brankas. Sehingga bisa dapat dikatakan, bahwa penyimpanan seperti ini, walau dengan membayar biaya, hukumnya dibolehkan, karena ia termasuk dalam hukum sewa-menyewa. (Ustadz Mu'tashim)
Wallahu a`lam bish-Shawab.
Footnote
[1] Lihat Mulakhas Fiqh, 2/137.
[2] Lihat al-Fiqh 'ala Mazahib al-Arba'ah (3/110), al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah (1/93).
[3] Lihat al-Fiqh Islami wa-Adillatuhu, 5/4023.
[4] Lihat al-Fiqh Islami wa-Adillatuhu, 5/4024-4030.
[5] Lihat Mulakhas Fiqh, 2/137.
[6] Lihat Mulakhas Fiqh, 2/137-139.
[7] Lihat al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 10/144.
[8] Lihat al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 7/93.
[9] Lihat al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 3/93.
[10] Lihat al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhhu, 5/ 4033.
[11] Lihat Majallah Buhuts al-Islamiyah, dan al-Mausu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, Bab: al-Wadi`ah, Majallah Buhuts al-Islamiyah; 8/247, 8/3001.
[12] Majallah Buhus al-Islamiyah, 8/280.
[13] Majallah Buhus al-Islamiyah, 8/247.
[14] Majallah Buhus al-Islamiyah, 8/297.
Sumber : almanhaj.or.id
BMRI 9M25: Laba Bersih -10% YoY, Sejalan Ekspektasi
Mualem Lantik Dirut PT.Bank Aceh Syariah
Bank Rohil Ukir Sejarah, Bupati H Bistaman Terima Plakat TOP BUMD Peraih Golden Awards Infobank Pertama di Riau
Bank Aceh Jamin Keamanan ActionMobile, Nasabah Diminta Waspadai Phising
Fokus Pengembangan Bisnis Ritel, BSI Region X Makassar Catatkan Kinerja Positif